Manusia Yang Sebenarnya.
"Ingsun iku Gedung Cagak Papat Lawang Songo Gumantol Ing Awang-Awang Tanpo Canthelan"
Aku yang sejati itu
Gedung: Sebuah wujud, tempat
Cagak papat,
yang mempunyai empat cagak, yakni 4 nafsu
-Lawamah dilambangkan dengan tanah dan warna hitam. Nafsu ini mengajak penyembahnya untuk memuja materi; Rumah mewah, mobil kinclong-kinckong, istri cantik, sex dan hal-hal yang bersifat keharta benda duniawiaan lainnya
-Sufiyah dilambangkan dengan angin atau warna kuning. Nafsu ini kedudukannya lebih tinggi dari lawwamah. Kalau lawamah itu nafsu materi, sedang nafsu sufiyah hasrat immateri. Seperti pangkat, kehormatan, pujian, keindaham, seni atau hal estetik lain.
-Amarah; dilambangkan api dan warnanya merah. nafsu ini yang menjadikan kita enerjik,mempunyai gairah dan semangat hidup .
-Mutmainnah; dilambangkan dengan air, putih jernih: nafsu ini berkutat pada hal yang membuat ketenangan hidup, kesejahteraan keluarga kedamaian rakyat dan kesentosaan bangsa seperti halnya para sosialis dan sebagainya
Sebutan lain dari cagak papat adalah sedulur papat. kita harus bisa "ngerumat sedulur papat" harus bisa menghandle jangan sampai kita yang malah dikendalikan empat nafsu tersebut. Jangan sampai kita tergiur nafsu empat tersebut, kita harus bisa mengendalikannya. Karena dengan itu, kita akan makrifat dengan diri sendiri. Kita harus selalu berada ditengah dari keempatnya. Karena jika sudah bisa menghandle, kita akan bisa mengetahui kesejatian diri kita dan otomatis makrifat pada kesejatian Allah SWT.
Kalau tidak bisa mengendalikan empat nafsu diatas, kita belum sempurna manusia.
Lawang songo
Mempunyai sembilan pintu,
Mulut, dua mata, dua telinga, dua hidung, qubul dan dubur.
Itu bagi laki-laki. Kalau perempuan ada sebelas lubang. Sembilan diatas dam ditambang lubang buah dada.
Nah melalui kesebelas lubang inilah penyebab manusia hubuddunya. Maka orang yang benar-benar ingin makrifat harus mengunci rapat-rapat sebelas lubang tersebut dari manisnya duniawi dan hanya menggunakannya untuk bakti kepada Allah SWT.
Ingsun yang asli akan menggunakan sebelas lubang tersebut hanya untuk kebenaran dalam rangka bertaqarrub pada Allah SWT.
Gumantung ing awang-awang tanpo canthelan.
Bergelantung pada awang-awang tanpa terikat suatu apapun.
Ingsun sejati itu bisa apasaja kapanpun dan dimanapun. Tanpa batas. Ketika kita sholat, benar, ragu rukuk, sujud. Tapi bisa saja jiwamu sendang bermain hp, sedang masak, jalan-jalan kepasar atau melakukan lainnya. Nah, itulah sebenarnya kesejatian diri kita yang akan hidup sampai waktu yang tiada habisnya nanti.
oleh : MSM
Komentar
Posting Komentar